Mantan Terindah (Movie Review)

pic

Kenapa harus meriview film ini? karena apa ya? ya tak apa-apa sih pengen aja. Awalnya dapat sms dari si om botak kalau dia punya tiket gratis jadi nonton lah kita. kebeneran nonton sendiri di shaf bangku paling atas ya suah sendiri lagi seperti dahulu, coba kalau datang bersama pacar pasti ga akan konsen nonton dan karena nonton d tengah orang-orang tak kenal maka terpaksa kepikiran untuk review. Mari kita mulai

Datang terlambar beberapa menit sih ketika pemeran wanita yang bernama Nada yang diperankan oleh Karina Salim baru saja datang bersama sahabatnya Marsha yang diperankan oleh Salvita Decorte datang cafe sekaligus toko musik yang khusus menjual vinyl kepunyaan om Iskandar yang diperankan oleh Hedi Yunus. Disana Nada bertemu dengan pria bernama Genta (Edward Akbar) dari sanalah Nada yang memiliki kemampuan khusus sejak lahir melihat rak vinyl akan terjatuh dan menimpa Genta. Nada yang memiliki kemampuan khusus berjumpa dengan Genta yang terobsesi menjadi musisi handal dan dapat menginspirasi orang oleh karya-karyanya dan disanalah segala kisah ini dimulai.

Film yang awalnya terasa membosankan karena proses bertemunya Nada dan Genta yang tampak dibuat cepat dan instan sehingga terasa seperti FTV yang tidak memiliki pesan yang disampaikan, namun berkat serdikit bersabar alur cerita pun mulai terasa berbobot ketika mulai bermunculan diskusi-diskusi yang memotivasi menurut ku. Ketika Nada menawarkan Genta menulis lirik tentang perpisahan dan Genta menantang Nada untuk keluar dari pekerjaannya saat ini dan mulai focus pada apa yang dia impikan.

Dari unsur cerita, film yang diproduseri oleh Marcella Zalianty dan disutradarai oleh Farishad Latjuba cukup penting untuk ditonton para generasi muda yang masih mencari jati diri seperti ku (proses pacarannya bisa kalian abaikan) dimana dua tokoh saling berkejaran dan saling memotifasi agar mencapai apa yang diimpikan meski rasa ketakutan Nada akan kehilangan terlalu ABG banget.

Namun ada beberapa pertanyaan yang belum terjawab ketika selesai menyimak film ini, yaitu :

  1. Kenapa audio percakapannya terasa sangat tebal? jadi seperti di dubbing atau mungkin audionya dinaikan yang entah kenapa seperti itu.
  2. Ketika Genta ditinggalkan Nada dan sebelum mengobrol dengan mamanya Nada harus keluar since timelaps yang menurut ku ga pas harus ada.
  3. Diending ketika Genta menyanyi, kenapa harus diganti sama Raisa konser sih?

Monster Stress Fest 2014

Acara yang cukup ditunggu akhir bulan Oktober lalu. Tepatnya 31 Oktober 2014 di Gedung serbaguna RRI bandung, sebuah record label bernama Monster Stress menggelar acara bertajuk Monster Stress Festival 2014, berisikan line up band dari lingkungan labelnya dan beberapa band yang sedang hitz banget saat ini di Bandung. Mari kita jabarkan lebih lanjut. Di poster acara dimulai pukul 17.00 namun acara baru dimulai sekitar pukul 18.00 lebih. Acara dibuka oleh Echolight yang berisikan personil aditional player semua kecuali sang gitaris utama. Gitar satunya lagi, bass dan drum menggunakan aditional player karena personil lain sedang ada kegiatan lain yang tak bisa ditinggal namun show must go on. Echolight main maksimal meski sebagian besar adalah aditional player.

Band kedua malam itu adalah Diocreatura yang tak semendayu band sebelumnya. Band yang berisikan beberapa muka lama seperti Eky RNRM, Ezza UTBBYS, Dinar Ssslothhh dan Babam namun musik yang mereka sajikan cukup fresh dan catchy, bisa dibilang Diocreatura adalah salah satu band all star untuk scane ini (menurut ku). Penampil ketiga malam itu adalah  Under the Big Bright Yellow Sun yang melanjutkan suasana syahdu malam itu. Sekitar lima lagu mereka bawakan termasuk satu lagu baru yang akan ada dialbum kedua mereka. Seperti biasa mereka selalu pandai menyusun song list yang dapat membawa emosi semua penonton tanpa kecuali, terbuki lagu terakhir mereka dapat mengundang para penonton untuk ber wohoooo histeris dan bertepuk tangan riuh.

Suasana berubah drastis ketika line up keempat diisi oleh Taring. Band hardcore yang baru saja merilis album pertama mereka merubah suasana menjadi 180 derajat. Suasana syahdu dan tenang mendadak berubah menjadi sangat bising dan menendang pantat. Penonton yang sedari duduk perlahan-lahan pindah berdiri ketika Taring sedang menyusun peralatannya di panggung. Lagu-lagu yang keras dan cepat dengan lirik yang galak meradang mengubah penonton yang semula duduk-duduk sebagian berlompat-lompatan dan saling menubruk liar. Suasana kembali santai ketika band selanjutnya naik, yaitu Polyester Embassy membawakan nomor-nomor andalan mereka, selain itu lagu dari single pertama merka tak lupa dibawakan yaitu Polypanic room. Single tersebut mendi jembatan kolaborasinya malam itu bersama Ssslothhh dan Deluciva. Kolaborasi ini membawakan tiga lagu termasuk lagu Kubik berjudul ‘Mungkin aku tiba esok lusa’ dan semua yang hafal lagu itu bernolstagia.

Sebagai penutup dan sudah dinanti-nantikan audience yang datang malam itu adalah Auman yang jauh-jauh sudah datang dari Sriwijaya. Massa langsung merangsak maju kebibir panggung ketika intro lagu pertama di gas Auman. Tak kalah brutal dari Taring yang main sebelumnya, masa pun sama liarnya malam itu, badan bertubrukan, beberapa berlompatan dari atas panggung dan berteriak bernyanyi bersama. Kesyahduan band sebelumnya berganti seketika saat intro dimulai hingga lagu terakhir. Banyak pesan yang disampaikan sebagai dramaturgi dari Auman khususnya mengenai kabar dari kampung halamannya mengenai kabut asap hingga bagaimana caranya kita bisa membantu mereka dengan tidak membeli minyak sawit.

Quete Loud is Not Enough

Kala itu ketika magrib menjelang, datang kabar jika malam itu 26 Oktober 2014 ada satu event yang menyajikan band-band dengan genre Posh Rock di salah satu cafe di bilangan jalan Riau, Bandung. Bergegaslah menuju Chinook cafe yang menjadi venue.

Acara dengan tittle Quete Loud is Not Enough diselenggarakan oleh Go A Head People ini menyajikan lima band dengan talenta musik yang baik. Acara terjadwal mulai pukul 19.00 namun acara dimulai sekitar pukul 19.30 dengan band pembukanya adalah Memora Phobia. Sedikit pembukaan dari MC bahwa band ini akan segera merilis album dengan materi yang dikolaborasikan bersama alat musik tradisional sunda. Terbukti dengan intro musik mereka menyajikan beberapa part musik tradisional. Menuruk ku, album mereka layak untuk kita tunggu bila mendengarkan nomor-nomor yang mereka sajikan malam itu.

Penampil kedua adalah Afternoon Say. Untuk kesan pertama memang tak ada yang istimewa dari penampil kedua, setelah lagu pertama usai mereka selesaikan maka mulai lah terlihat bagaimana keasikan musik yang mereka sajikan. Sekitar lima lagu yang mereka bawakan dan berhasil mengundang “wohoo wohoo” antusias dari penonton yang datang cukup banyak malam itu. Band trio dari tangerang bernama Fuentes menjadi penampil ketiga malam itu, masih hening ketika lagu pertama akan dimulai, namun aksi tabuhan tabuhan drum dari Fuentes menghasilkan ketegangan menahan nafas dari audiens yang datang malam itu, satu sajian yang cukup menarik mereka sajikan, ketukan drum dan sound yang cukup RAW memberikan sajian yang sangat berbeda malam itu.

Selanjutnya ada Ansaphone yang menjadi line up ke empat malam itu, musik yang mendayu santai mereka sajikan setelah kuping cukup dihentak cukup keras oleh band sebelumnya, hingga memberi efek tenang. Acara ditutup oleh Under the Big Bright Yellow Sun. Song list yang ciamix selalu mereka sajikan hingga dapat mempermainkan ritme seperti seorang pria yang mempermainkan perasaan gadis polos, dan mereka sangat mahir mengantarkan kita menuju eargasm para penonton, sama halnya seperti malam itu hingga mengembangkan senyum manis para penonton yang datang.